INFOKINI.ID, MAKASSAR – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Makassar menduga adanya pungutan liar (pungli) terhadap pengelolaan kios di Kanrerong Karebosi.
Hal itu ditanggapi Kepala Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Kanrerong Karebosi, Muhammad Said yang menampik adanya pungutan yang dibebankan kepada pedagang.
“Tidak benar, sebagai pengelola saya tidak berani melakukan hal itu,” jelas Said, di Kanrerong Karebosi, Rabu (16/9/20).
Said menjelaskan bahwa biaya kebersihan yang dibebankan merupakan inisiatif dari para pedagang itu sendiri.
“Bukan kami yang tarik retribusi. Itu hasil kesepakatan pedagang sendiri. Biaya hanya Rp10 ribu per bulan. Itupun baru berjalan dua bulan ini. Itu diberikan ke petugas kebersihan agar semangat bekerja,” jelasnya.
Selain itu, Said menanggapi dugaan pungutan liar berupa pembayaran uang sewa kios yang harus disetor kepada oknum pengelola.

Said mengaku hal itu dilakukan oleh sang pemilik kios dengan alasan ekonomi.
“Yang melakukan penyewaan adalah pemilik asli kios Kanrerong. Ini karena keterbatasan keuangan mereka,” tambahnya.
Sementara itu, Irianti salah satu pedagang mengatakan bahwa dirinya bersama pedagang lain bersepakat untuk melakukan urunan untuk diberikan kepada petugas kebersihan.
Bahkan, urunan di bulan sebelumnya digunakan untuk pembelian umbul-umbul dalam rangka 17 Agustus.
“Saya hadir rapat yang sebelum 17 Agustus itu. Pak Said tidak membahas pemungutan Rp10 ribu itu. Cuman kami pedagang bersepakat atas inisiatif sendiri untuk kumpul Rp10 ribu per bulan, itupun baru 2 kali,” jelas Irianti.
“Alhamdulillah tiap pagi lapak saya sudah disapu. Sudah bersih, kebersihaan sudah terjaga,” pungkasnya.
Diketahui ada 220 unit kios yang aktif berjualan di kawasan Kanrerong Karebosi.
Sebelumnya Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Makassar menduga adanya pungutan liar (pungli) terhadap pengelolaan kios di Kanrerong Karebosi.
Anggota Komisi B Bidang Ekonomi dan Keuangan DPRD Makassar, Nurul Hidayat mengatakan dugaan pungli mencuat setelah adanya laporan sejumlah pedagang yang harus membayarkan sewa lapak mulai Rp6 juta hingga Rp8 juta per tahun.
Nurul menjelaskan bahwa semestinya lapak tersebut digratiskan sebagai konsekuensi penggantian lapak pedagang kaki lima yang digusur beberapa waktu lalu.
“Laporannya kan begitu, banyak awal mulanya pedagang ini yang sewakan, mulaimi banyak disewakan juga, tapi itu semestinya harus gratis,” ujar Nurul Hidayat kepada wartawan di Kantor DPRD Makassar, Rabu (16/9/2020). (Nurhidaya)
















