Cuti Bersama, Penjualan Ritel Bisa Naik 10 Persen

ilustrasi: int

INFOKINI.ID, JAKARTA – Momen cuti bersama ditangkap sebagai tren positif buat para pelaku ritel. Selama cuti bersama diperkirakan ada peningkatan penjualan antara 5-10% dibanding minggu-minggu sebelumnya.

“Khusus di libur panjang 5 hari ini kami prediksi ada peningkatan sekitar 5-10 persen,” ujar Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Roy N. Mandey, Jumat (30/10/2020).

Sebenarnya, menurut Roy tren peningkatan penjualan ini sudah terjadi sejak PSBB transisi awal Oktober. Secara menyeluruh sepanjang bulan ini terjadi peningkatan penjualan ritel hingga 20 persen dibandingkan bulan sebelumnya.

“Jadi singkat cerita di bulan Oktober ini sudah ada peningkatan rata-rata di peritel itu sekitar 15 persen dari bulan sebelumnya, dan itu diakibatkan atas kunjungan yang juga mulai meningkat terutama di Sabtu-Minggu. Itu meningkat sekitar 25-30 persen, kontribusinya ke peningkatan penjualan kita dan ditambah cuti bersama overall rata-rata bulan ini diharapkan ada peningkatan penjualan 20 persen,” paparnya, dikutip dari detikcom.

Hal serupa disampaikan oleh Dewan Penasihat Himpunan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo) Tutum Rahanta. Ia membenarkan tren peningkatan pengunjung dan penjualan tersebut, namun tetap tak melebihi batas maksimum 50 persen.

“Intinya bahwa terjadi peningkatan pengunjung iya, tapi tetap dibatasi maksimum 50 persen,” kata Tutum.

Adapun sektor ritel yang paling diuntungkan di masa cuti bersama kali ini adalah sektor food & beverage (F&B).

“Pasti F&B duluan yang orang kunjungi karena orang jenuh juga di rumah selama ini, mereka kepengin coba makan-makan keluarga tapi itu pun terbatas untuk orang-orang yang kepengin aja. Orang-orang tertentu masih nggak mau, dia bisa beli bawa pulang kumpul di rumah,” paparnya.

Sedangkan sektor lainnya, meski ada peningkatan namun tak setajam sektor F&B lantaran belum ada kebutuhan mendesak untuk membeli barang-barang selain sektor F&B.

“Betul ada peningkatan tetapi tidak signifikan karena tetap dibatasi 50 persen yang boleh masuk, terus banyak aktivitas masyarakat yang terhenti, sehingga untuk apa beli baju-baju bagus kalau tidak ada pesta, tidak ada undangan, tidak ada rapat, untuk apa beli sepatu toh di rumah aja nggak pakai sepatu, itu bukan berarti orang mau beli, bukan nggak punya duit, tetapi tidak ada keperluannya,” imbuhnya. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *