31.404 Alumni SMP-MTs di Sulsel Terancam Tak Bisa Masuk SMA Negeri

Suasana rapat Komisi E DPRD Sulsel terkait pelaksanaan PPDB 2021 (Saddam)

INFOKINI.ID, MAKASSAR – Dari total alumni SMP dan MTs sebanyak 153.883 yang lulus sekolah tahun ini, yang diterima masuk SMA Negeri melalui Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) 2021 di semua jalur hanya 122.497 orang.

Ini berarti, ada sebanyak 31.404 alumni SMP dan MTS yang dipastikan tidak diterima masuk Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) di Sulawesi Selatan.

Menanggapi hal itu, Anggota Komisi E DPRD Sulsel, membidangi kesejahteraan masyarakat, Andi Muhammad Irfan AB mengatakan, sesuai dengan Peraturan Daerah (Perda) nomor 2 tentang wajib belajar pendidikan menengah.

“Kita wajib menyekolahkan anak kita sesuai dengan perda (nomor 2) ini,” tegas Irfan AB, saat menyampaikan pendapat di Rapat Dengar Pendapat tentang PPDB 2021, di Gedung DPRD Sulsel, Lantai 7, Selasa (22/6/2021).

Irfan berpendapat bahwa, PPDB ini bukan sebuah sebuah seleksi, karena ini adalah proses untuk mendistibusi orang biar sekolah dimana. Menurutnya, proses seleksi ini tidak adil.

“Banyak laporan yang masuk, ada anak tinggal di dekat sekolah tidak diterima, SMA 1, 8 dan 3 tidak diterima, dari Makassar juga banyak laporan anaknya tidak diterima,” tutur Politisi Partai PAN ini.

Ketua Badan Kehormatan DPRD Sulsel ini, menuturkan bahwa, persoalan ini diatur dalam Peraturan Menteri (Permen) Pendidikan, kalau dilihat pasal-pasalnya. Dimana siswa harus didistribusikan masuk ke sekolah tertentu melalui PPDB ini.

“Jadi, nanti setelah semua baru bisa diumumkan. Dinas Pendidikan sesuai kewenangannya menyalurkan kelebihan calon peserta didik sebagaima dimaksud pada ayat 1, pada sekolah lain di wilayah zona yang sama,” jelas Irfan.

“Kalau zona sama tidak bisa, dicarikan zona yang lain, sampai semua tertampung di dinas pendidikan,” sambungnya.

Irfan menuturkan bahwa, seingatnya kadis pendidikan baru menerbitkan juklak pada 3 Mei 2021, padahal Permennya keluar pada 7 Januari 2021.

“Artinya lama rentan waktu menerbitkan juklak, seharusnya Februari, dampaknya hanya satu bulan setengah jukak ini tidak tersosiliasi dengan baik, akhirnya kita punya presepsi yang berbeda,” beber Irfan.

Ia mencontohkan, kasus yang ada di Takalar. Dimana ada anak yang seharusnya lolos, namun ternyata tidak lolos. Ini baru di satu daerah, bagaimana kasus di tempat lain yang tidak didapat.

“Jadi, harus dibuatkan kebijakan, saya dapat informasi dari banyak pihak, untuk tahun lalu dibuka akses untuk ids dan nilai rapor di operator sekolah,” paparnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *