INFOKINI.ID, MAKASSAR – Kasus yang melilit A. Arief Ibrahim selaku terdakwa tindak pidana menyuruh menempatkan keterangan palsu kedalam surat autentik telah putus di Pengadilan Negeri (PN) Makassar 2008 silam.
Hal itu berdasarkan petikan putusan PN Makassar dengan nomor 1181/Pid.B/2008/PN Mks yang diketuai Kemal Tampubolon SH MH, beranggota Bahtera Perangin Angin SH dan Tiwery Christer Tolof SH serta panitera pengganti Reskiwaty Densi SH.
Meski demikian, A. Arief Ibrahim kini mengklaim memiliki putusan Mahkamah Agung (MA) yang menerangkan jika dirinya tidak pernah menjadi terdakwa di PN Makassar terkait tindak pidana menyuruh menempatkan keterangan palsu kedalam surat autentik.
Berdasarkan putusan MA yang diklaimnya, A. Arief Ibrahim merasa tidak pernah di sidang dan diperhadapkan di kantor PN Makassar. Bahkan tidak pernah ditahan di rumah tahanan negara kelas 1A serta tidak pernah dilakukan penyelidikan atau dilidik sebagai terdakwa.
Kendati demikian, putusan MA yang dijadikan landasan hukum A. Arief Ibrahim dibantah PN Makassar dengan mengeluarkan surat penjelasan PN Makassar yang ditanda tangani Plh. Panitera PN Makassar Sugeng SH mh dengan nomor W22.U1/6401/HK.01/XI/2022 tentang informasi dan penjelasan terkait perkara A. Arief Ibrahim yang telah di putus oleh PN Makassar pada tanggal 05 November 2008 berdasarkan nomor 1181/Pid.B/2008/PN Mks atas nama A. Arief Ibrahim dalam kasus tindak pidana menyuruh menempatkan keterangan palsu kedalam surat autentik.
Hal itu sesuai resitrasi pada kepaniteraan pidana terhadap perkara tersebut baik terdakwa maupu jaksa penuntut umum. Dimana, tidak mengajukan upaya hukum dalam tenggang waktu yang telah ditentukan oleh undang-undang.
Menyikapi hal tersebut, Pengamat Hukum Makassar, DR. Asba Hamid, SH MH menegaskan, putusan MA yang diperlihatkan A. Arief Ibrahim terjadi banyak kejanggalan. Sebab, lembaran putusan tidak menampilkan keabsahannya.
Misalnya, menurut Asba, putusan tidak sampai ke PN Makassar dan Kejaksaan. Terlebih lagi pada laman Website resmi MA www.mahkamahagung.go.id yang notabenenya semua putusan terpublis secara terbuka.
Belum lagi, kata dia, putusan MA dengan nomor 2080/Pid.P/2022 pembatalan putusan PN Makassar tentang putusan terdakwa A. Arief Ibrahim.
“Jika ditelaah lembaran yang diedarkan A. Arief Ibrahim belum pasti keabsahannya. Dan disini jelas jika lembaran tersebut tidak ada di PN Makassar. Tidak mungkinlah putusan MA tidak muncul pemberitahuan di PN Makassar pasti ada. Kecual putusan itu fiktif alias palsu,” jelas dosen Ilmu Hukum PPs UIT Makassar itu.
Lebih lanjut, ia menjelaskan, putusan MA merupakan putusan yang paling tinggi dan tidak ada putusan diatasnya. Namun, putusan tersebut tidak semerta-merta dikeluarkan begitu saja tanpa ada proses hukum yang berjalan.
“Pertanyaannya kemudian putusan MA itu didapatkan dari mana?. Kenapa bisa lembaran seperti ini terbit tanpa melalui prosedur yang berlaku. Kecuali produk putusan fiktif alias palsu itu bisa saja terjadi. Tapi tindakan itu kembali melanggar hukum.
“Dalam pasal 263 KUHP sangat jelas Barang siapa membuat surat palsu atau memalsukan surat yang dapat menimbulkan sesuatu hak, perikatan atau pembebasan hutang, atau yang diperuntukkan sebagai bukti daripada sesuatu hal dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai surat tersebut seolah-olah isinya benar dan tidak dipalsu, diancam jika pemakaian tersebut dapat menimbulkan kerugian, karena pemalsuan surat, dengan pidana penjara paling lama enam tahun,” jelas Asba.
Ia pun menambahkan, saat jika ada putusan MA sangat mudah dilakukan pengecekan secara akurat baik di PN Makassar maupun di websiter resmi MA.
“Semua putusan MA ada di PN maupun website resmi MA. Jadi kalau tidak ada, itu putusannya fiktif dan tidak bisa dibenarkan,” tutup Asba. (*)
















