Undipa Perkenalkan Aplikasi Deteksi Hama, Bantu Petani Jagung di Gowa Hadapi Ulat Grayak

INFOKINI.ID, GOWA – Petani jagung di Kabupaten Gowa kini tak lagi sendirian menghadapi serangan ulat grayak yang selama ini jadi mimpi buruk di ladang. Berkat program pengabdian masyarakat dari Universitas Dipa (Undipa) Makassar dengan dukungan Direktorat Riset, Teknologi, dan Pengabdian kepada Masyarakat (DRTPM) Kemendikbudristek tahun 2025, sebuah aplikasi digital berbasis cloud resmi diperkenalkan untuk membantu mereka melawan hama yang kerap merusak hasil panen.

Aplikasi ini bukan sembarang aplikasi. Dengan memanfaatkan kecerdasan buatan (Artificial Intelligence/AI), tepatnya algoritma Convolutional Neural Network (CNN), petani bisa memotret daun jagung yang dicurigai terkena hama. Dalam hitungan detik, aplikasi akan menganalisis citra tersebut, mengidentifikasi gejala serangan, sekaligus memberikan rekomendasi penanganan yang tepat.

Lebih hebat lagi, aplikasi ini juga bisa mencatat lokasi, membuat laporan berkala, dan membantu petani mengelola lahan secara lebih efisien.

Program ini melibatkan Kelompok Tani Sumber Jaya Satu di Desa Garing, Kecamatan Tompobulu, Kabupaten Gowa. Para dosen dan mahasiswa Undipa hadir langsung mendampingi petani, mulai dari tahap sosialisasi hingga pendampingan di lapangan. Pemerintah desa pun ikut ambil bagian, memastikan kegiatan berjalan lancar.

Lokasi kegiatan dipusatkan di Desa Garing, sebuah daerah dengan potensi besar produksi jagung namun sering dirugikan ulat grayak.

Program ini sudah berjalan sejak awal musim tanam terakhir dan berlangsung lebih dari enam bulan, meliputi pelatihan, penerapan aplikasi, hingga evaluasi hasil panen.

Apa Manfaatnya?

Selama ini, petani terpaksa menggunakan pestisida dalam jumlah besar untuk menghalau serangan hama. Selain mahal, cara tersebut berisiko merusak lingkungan.

Dengan aplikasi digital, kondisi berubah signifikan, di antaranya hasil panen naik 20 persen dalam satu musim tanam. Penggunaan pestisida turun hingga 30 persen, lebih hemat dan ramah lingkungan.

Kini, sudah 80 persen petani sudah bisa mengoperasikan aplikasi sendiri, tanpa bantuan teknisi. Petani bisa menjual jagung langsung ke konsumen secara online, tanpa bergantung pada tengkulak.

“Sekarang kami bisa tahu lebih cepat kalau ada hama, tidak perlu tunggu sampai parah. Biaya juga lebih hemat,” ungkap salah satu anggota Kelompok Tani Sumber Jaya Satu.

Bagaimana Cara Kerja Aplikasi Digital Ini?

Program ini dijalankan dengan empat tahap utama:
1. Sosialisasi dan Pelatihan memperkenalkan aplikasi sekaligus melatih petani cara menggunakannya.
2. Implementasi Lapangan – aplikasi dipakai langsung untuk mendeteksi kondisi tanaman.
3. Pendampingan Intensif – dosen dan mahasiswa Undipa mendampingi petani selama satu musim tanam.
4. Evaluasi – hasil dievaluasi melalui peningkatan panen, efisiensi biaya, serta literasi digital petani.

Tak berhenti di Desa Garing, program ini menyiapkan petani champion yang akan menjadi fasilitator bagi kelompok tani lain.

Harapannya, inovasi ini bisa meluas ke desa-desa sekitar dan menjadikan Gowa sebagai model pertanian digital berbasis AI.

“Kami ingin teknologi ini menjadi budaya baru di kalangan petani: melek digital, mandiri, dan berdaya saing,” ujar salah satu dosen Undipa yang terlibat dalam program.

Program pengabdian masyarakat ini membuktikan bahwa kolaborasi antara perguruan tinggi, pemerintah desa, masyarakat, dan DRTPM bisa melahirkan solusi nyata untuk tantangan pertanian modern.

Lebih dari sekadar aplikasi, program ini menghadirkan harapan baru: petani Gowa kini siap menatap masa depan pertanian yang lebih cerdas, efisien, dan ramah lingkungan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *