MAKASSAR – Komisi B DPRD Kota Makassar melakukan sidak ke sejumlah perusahaan yang ada di Kawasan Industri Makassar (KIMA).
Dipimpin langsung Ketua Komisi B DPRD Makassar, Erick Horas. Kunjungan tersebut dilakukan untuk melihat situasi langsung dan mendengarkan keluhan para perusahaan, terkait dengan kenaikan biaya perpanjangan Perjanjian Penggunaan Tanah Industri (PPTI) kepada para investor, di PT KIMA Makassar.
Ketua Komisi B, Erick Horas mengatakan, hari ini pihaknya mendatangi para pengusaha di KIMA, sebagai tindaklanjut dari hasil Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang dilakukan sebelumya.
Pihaknya ingin memastikan aktifitas pabrik tetap berjalan di KIMA hingga ada keputusan bersama antara PT KIMA dan investor
“Pada RDP kemarin, kami menyampaikan dan menyepakati bersama bahwa untuk sementara waktu tidak akan ada dilakukan intimidasi, sampai dengan ada musyawarah mufakat antara PT KIMA bersama investor karena ini kan sangat riskan berdampak pada sisi sosial,” ujarnya, Selasa (26/4/2022).
Legislator Gerindra ini mengatakan, pabrik yang harusnya berjalan produktif kini tidak bisa lagi berjalan dengan baik. Sebab adanya intimidasi dari pihak PT KIMA (persero) mengenai PPTI yang sangat besar.
Ini juga akan berdampak pada pemutusan hubungan kerja perusahaan terhadap karyawanya, lantaran tidak mampu bayar PPTI. “Tentu ini berdampak pada tenaga kerja. Tenaga kerja ini kan bisa kita ketahui bahwa rata-rata tenaga kerja yang bekerja di pabrik itu adalah masyarakat kota Makassar. Boleh dikatakan mungkin 80 persen. Inilah kemarin yang kami sepakati bersama dengan PT KIMA, tetapi dengan adanya kami datang ke sini kelihatannya dibiarkan seperti ini saja,” katanya.
Ia mengatakan, pihaknya akan melakukan upaya-upaya komunikasi kepada PT Kima untuk bagaimanapun investor yang ada di sana, dapat beroperasi kembali. Jangan ada yang dirugikan. Apalagi, di masa covid seperti ini ekonomi belum pulih sepenuhnya.
“Kami juga akan menyampaikan ke pemerintah karena mengingat, pemerintah kota mempunyai saham kurang lebih 10 persen, paling tidak ada upaya pemerintah juga bisa melakukan musyawarah mufakat dalam arti ada pertemuan dan pembicaraan,” kata Ketua DPC Gerindra Makassar ini.
Sementara itu, Direktur PT Piramid Mega Sakti, Adnan Wijaya mengatakan, pihaknya tidak menerima adanya peraturan biaya perpanjangan PPTI sebesar 30 persen dari Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP) secara sepihak.
“Waktu tandatangan PPTI tidak ada satu pun mengatakan 30 persen. Jadi kita dipaksa tandatangan kalau tidak. diancam ditutup,” ucapnya.
“Dalam satu tahun ditutup 10 sampai 20 kali. Jadi kita punya barang tidak bisa masuk di pabrik. Kepercayaan bank, kepercayaan supplier semua sudah tidak bisa,” tambahnya.
Tingginya biaya PPTI membuat para pengusaha terpaksa memangkas jumlah para pekerja.
“Jadi karyawan kita dari 350 sekarang tinggal 100, bagaimana kita memproduksi sedangkan kita tidak bisa berproduksi,” tuturnya.
Adnan mengaku, dirinya telah melakukan pembayaran dengan cara mencicil PPTI sebesar Rp1,2 Miliar ke PT KIMA, dari kewajiban yang harus dibayarkan sebesar Rp7 Miliar, namun hingga saat ini pihaknya masih mengalami intimidasi, sebab pabriknya masih ditutup oleh beton penghalang.
“Sampai saat ini masih ditutup, kita ini dipalang. Kalau saya sendiri untuk perpanjangan itu Rp6 – 7 Miliar. Saya sudah bayar Rp1.2 Miliar untuk 20 tahun perpanjangan. Jadi investor ini mau bagaimana. Kita kalau pakai perpanjangan 800 ribu permeter itu hanya 20 tahun,” ungkapnya.
Olehnya itu, pihaknya meminta agar pemerintah dapat melindungi para investor yang telah menjalankan usahanya hingga bertahun- tahun. “Tentu kita mohon supaya ada keadilan. Saya akan perjuangkan keadilan ini, kalau perlu saya tidur di istana untuk minta keadilan. Investor dibikin begini,” pungkasnya.(**)
















