Pj Wali Kota Makassar Tak Buru-buru Godok Perwali 51 dan 53 Jadi Perda

Pj Wali Kota Makassar Prof Rudy Djamaluddin. (INFOKINI.ID/Aya)

INFOKINI.ID, MAKASSAR – Untuk menegakkan penerapan protokol kesehatan guna menekan penularan virus corona atau Covid-19, Pemerintah Kota (Pemkot) Makassar mulai melaksanakan operasi yustisi.

Pemberian sanksi bagi yang melanggar mulai diterapkan sesuai dengan Perwali Nomor 51 Tahun 2020 dan Perwali 53 Tahun 2020 tentang penegakan protokol kesehatan. Mulai dari sanksi sosial hingga denda.

Namun, munculnya dua perwali baru itu sebelumnya sempat mendapat tanggapan dari anggota DPRD Kota Makassar agar digodok menjadi peraturan daerah (Perda).

Penjabat (Pj) Wali Kota Makassar, Prof Rudy Djamaluddin mengatakan dirinya merujuk dari edaran Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).

“Kita merujuk dari edaran Kemendagri, iya kan pembentukan itu merujuk pada Kemendagri. Namun untuk memperkuat kedepan terlebih, untuk memasuki masa new normal nanti kita butuh dudukan hukum lebih kuat. Tapi pasti akan lebih kuat,” terangnya saat ditemui di ruang rapat paripurna DPRD Kota Makassar, Rabu (30/9/20).

Untuk saat ini Pemkot belum terburu-buru mengusulkan. Pasalnya, menurut Prof Rudy bahwa Covid-19 merupakan masalah baru, belum ada orang ahli dalam bidang tersebut.

“Tapi kita tidak buru-buru mengusulkan. Karena masalah covid ini masalah baru belum ada orang yang ahli dalam bidang itu. Tetapi apa yang harus dilakukan, peraturan apa yang harus dibentuk supaya betul-betul berhasil, nggak ada yang tahu,” jelasnya.

Menurutnya, dalam menanggapi permasalahan harus dengan sabar jangan langsung masuk kesimpulan tanpa menganalisa sebelumnya karena Perdanya nanti tidak akan tepat.

“Makanya kita sabar. Istilahnya kalau kita dari sisi akademisi kita teliti dulu, analisis, kita amati kemudian kita simpulkan. Jangan langsung masuk kesimpulan tanpa analisa nanti keluar perda yang tidak tepat,” ujarnya.

Sebelumnya, Anggota Komisi A bidang Hukum dan Pemerintahan DPRD Kota Makassar, Azwar mengatakan mestinya Perwali memang tidak membuat aturan yang berisi sanksi pidana atau sanksi dan pidana.

“Peraturan perundangan-undangan yang nomor 12 kalau tidak salah tahun 2011 menyebutkan. Jadi, ada peraturan perundangan-undangan nomor 12 tentang perundang-undangan itu menyebutkan bahwa yang bisa membuat peraturan yang ada sanksinya hanya undang-undang, perda provinsi dan perda kabupaten atau kota,” jelas Azwar di DPRD Kota Makassar, Selasa (15/9/20).

Legislator DPRD Makassar dari fraksi FKS ini menjelaskan, jika aturan dalam perwali itu ingin diperdakan maka pihak DPRD bersedia membantu, karena merupakan urgensi masyarakat untuk penanganan antisipasi Covid-19.

“Kalau mau diperdakan kita di DPRD akan segera membantu pembuatan Perda itu karena menjadi hal yang urgensi bagi masyarakat untuk antisipasi Covid-19,” ujarnya.

Menurutnya, kalau semua aspek ketika ada sanksi dan pidana maka semua aspek harus ditinjau. “Di situlah kenapa dalam pembentukan sanksi itu musti Perda, karena Perda itu dibicarakan oleh wakil rakyat sebagai stakeholder yang betul-betul bersama. Betul-betul menjadi perwakilan rakyat sehingga ditahu berapa yang pas denda itu,” pungkasnya. (Nurhidaya)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *