Tantangan Hukum dalam E-Commerce: Privasi, Keamanan Data, dan Hak Konsumen di Era Digital

DENGAN perkembangan perdagangan online yang semakin pesat, dapat dipastikan bahwa akan muncul dampak-dampak hukum, di antaranya terkait pelanggaran terhadap prinsip
kejujuran yang dilakukan oleh para pihak yang terlibat dalam transaksi.

Konsekuensi dari ketidakjujuran dalam perjanjian jual beli online adalah kemungkinan adanya tuntutan terhadap pihak yang tidak bertindak dengan itikad baik tersebut, tidak hanya dalam ranah perdata tetapi juga dapat melibatkan ranah pidana, terutama terkait dengan kasus penipuan.

Beberapa perusahaan E-commerce bahkan terbukti melanggar standar proteksi pengguna, yang menyebabkan kerugian signifikan bagi konsumen serta masalah hukum bagi perusahaan itu sendiri, diantaranya terdapat kasus Amazon dalam pencurian data pengguna. Sebagai salah satu perusahaan E-commerce terbesar di dunia, Amazon menghadapi masalah keamanan pada tahun 2018 ketika data sejumlah pelanggan bocor akibat adanya kerentanan dalam sistem keamanan
perusahaan.

Kebocoran ini mengungkapkan informasi pribadi seperti alamat email dan nama pengguna kepada pihak luar tanpa persetujuan pengguna. Selain itu juga Alibaba, yakni salah satu pemain besar E-commerce di Asia, juga mengalami masalah serupa ketika didapati melakukan pengumpulan data konsumen yang luas untuk kepentingan pemasaran.

Perusahaan ini dihadapkan pada masalah terkait pemrosesan data pribadi yang tidak sesuai standar perlindungan data global. Meski di Tiongkok kebijakan privasi berbeda dengan negara-negara Barat, Alibaba tetap menghadapi tekanan global dan mempertaruhkan reputasi di luar negeri karena dianggap mengabaikan hak-hak privasi konsumen.

Tokopedia juga mengalami kebocoran data pengguna pada tahun 2020 yang
memengaruhi sekitar 91 juta akun. Kebocoran tersebut meliputi data pribadi seperti nama, email, dan nomor telepon pengguna yang berpotensi disalahgunakan.

Meskipun Tokopedia menyatakan
tidak ada data sensitif yang bocor, insiden ini tetap menimbulkan kekhawatiran tentang keamanan data pada platform E-commerce lokal. Bhinneka. com juga mengalami permasalahan kebocoran informasi, sebesar 1,2 juta informasi konsumen Bhinneka.com dijual leluasa oleh segerombolan hacker bernama Shiny Hunter.

Informasi konsumen Bhinneka.com serta 10 industri yang lain yang seragam pula dijual leluasa di suatu pasar website hitam, alhasil terdaftar paling tidak ada 73,2 juta informasi diri konsumen E-commerce serta informasi industri yang lain terjual leluasa dengan harga menggapai USD 18 ribu perdatanya.

Dalam E-commerce, isu kebebasan berbicara dan aspek legal menjadi semakin kompleks, terutama terkait ulasan konsumen dan perlindungan data. Konsumen berhak memberikan ulasan jujur, namun beberapa perusahaan E-commerce, seperti Amazon, memiliki kebijakan untuk menyensor ulasan yang dianggap melanggar standar platform demi melindungi reputasi perusahaan.

Langkah ini mengundang perdebatan tentang hak konsumen untuk menyuarakan pendapat tanpa campur tangan yang berlebihan dari perusahaan. Kebijakan semacam ini menantang konsep kebebasan berbicara, di mana konsumen merasa hak mereka tereduksi.

Isu legal lainnya yang menonjol adalah perlindungan data pengguna. Kebijakan privasi global seperti GDPR di Eropa menetapkan standar yang ketat, tetapi ketidakseragaman regulasi di berbagai negara, terutama di Asia dan Amerika, seringkali mempersulit penegakan hukum
yang konsisten.

Perusahaan E-commerce yang beroperasi di banyak negara harus menyesuaikan diri dengan peraturan setempat tanpa melanggar standar privasi global. Di Indonesia, UU ITE dan UU Perlindungan Konsumen memberikan perlindungan bagi konsumen E-commerce, yang
memungkinkan adanya tuntutan hukum jika terjadi pelanggaran keamanan data.

Perkembangan pesat perdagangan online membawa tantangan hukum yang kompleks, khususnya terkait pelanggaran prinsip kejujuran, keamanan data pribadi, dan hak konsumen.

Kasus kebocoran data pada platform seperti Amazon, Alibaba, Tokopedia, dan Bhinneka.com menunjukkan perlunya penguatan sistem keamanan dan standar perlindungan privasi global. Selain itu, kebijakan penyensoran ulasan konsumen di beberapa platform menimbulkan
perdebatan tentang kebebasan berbicara dan hak konsumen.

Untuk mengatasi risiko ini, diperlukan regulasi yang lebih ketat, penerapan kebijakan perlindungan konsumen yang konsisten, serta langkah preventif dari pelaku usaha dalam menjaga keamanan dan kepercayaan pelanggan.

Penulis : Galen Matthew Koo, Mahasiswa Universitas Ciputra Surabaya

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *