INFOKINI.ID, MAKASSAR – Pencegahan perkawinan anak terus menjadi perhatian Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sulsel. Memorandum of Understanding (MoU) gerakan pencegahan perkawinan anak pun diteken bersama jajaran stakeholder di Ruang Pola Kantor Gubernur Sulsel, Rabu (18/12/2024).
Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana Sulsel, Andi Mirna membuka catatan jumlah perkawinan anak.
Di pengadilan tinggi agama, tercatat ada permohonan dispensasi nikah sebanyak 756 di periode Januari – Oktober 2024. Dari jumlah tersebut, 556 permohonan diantaranya dikabulkan.
Sementara itu data kehamilan anak di bawah 18 tahun, mencapai 2.989 kasus hingga Juli 2024. Hal ini tentunya jadi perhatian khusus Pemprov Sulsel.
“Kita ada goes to school dengan PKK. Jadi kalau Ibu PKK turun atau kunjungan ke sekolah DP3A selalu diikutkan untuk sosialisasi pencegahan pembullyan anak di sekolah, pencegahan perkawinan anak, ini banyak sekali kekerasan terhadap anak yang terjadi saat ini, itu juga yang kami sosialisasikan,” kata Andi Mirna.
Andi Mirna menyebut ada sejumlah faktor tingginya angka perkawinan anak. Mulai dari faktor budaya masyarakat hingga pergaulan bebas di kalangan anak muda.
Sosialisasi pun sasarannya dinilai bukan hanya pada anak, namun juga menyasar setiap orangtua. Selama ini salah satu faktor tingginya angka pergaulan bebas, sebab kontrol orangtua terhadap yang kian minim.
“Selain anak sekolah diberikan edukasi, juga diberikan ke orang tua bagaimana pola asuh di dalam keluarga, bagaimana mendidik anak dengan baik,” kata Andi Mirna.
“Selama ini orang tua juga lepas kontrol ke anak-anaknya. Kita mengharapkan orang tua bisa mengasuh dan mendidik anaknya dengan nilai-nilai agama dan adab yang baik,” lanjutnya.
Sosialisasi di masyarakat selama ini juga dilakukan bersama USAID.
IDIQ Activity Director USAID ERAT Erman Rahman menyebut perannya selama ini membantu pemerintah pusat sampai kabupaten/kota menjalankan prioritasnya.
Termasuk dalam pencegahan perkawinan anak.
“Pencegahan ini harus dikeroyok. Sosialisasi penting di tokoh agama, tokoh masyarakat untuk mempunyai cara pandang berbeda dengan interpretasi agama dan budaya pada perkawinan anak,” jelas Erman.
“Masih lebih tinggi dari rata-rata nasional, tapi sudah capai target RPJMN Nasional. Kinerja bagus, tapi masih sekitar 7 persen. Lumayanlah,” lanjutnya.
Namun, angka 7 persen ini disebutnya masih belum memuaskan. Masih menjadi tantangan berat untuk mencegah perkawinan anak.
Sementara itu, Plt Asisten I Bidang Administrasi Prof Jufri menyebut pencegahan perkawinan dini penting, sebab ini praktek melanggar hak anak.
Banyak resiko yang bisa ditimbulkan jika perkawinan anak terus terjadi.
“Anak menikah dibawah 18 tahun memiliki kerentanan lebih besar dalam akses kesehatan, dan memiliki potensi besar mengalami kekerasan. Anak dikawinkan rentan (terhadap) akses kebutuhan dasar sehingga potensi melanggengkan kemiskinan antar generasi,” kata Prof Jufri.
Belum lagi, persoalan stunting yang mengancam pada generasi berikutnya. Sehingga gerakan sosialisasi pencegahan perkawinan anak menjadi sangat penting.
















